Perjalanan ini lagi-lagi mengenai pekerjaan, dan lagi-lagi saya tidak akan menjelaskan pekerjaan apa yang saya lakukan di sini. Setelah dipikir-pikir semua perjalanan yang saya tulis di blog ini memang mengenai pekerjaan. Bersyukur juga saya mendapatkan pekerjaan yang bisa membuat saya bisa berkeliling wilayah Indonesia.
Perjalanan kali ini adalah ke salah satu daerah Tambang Batubara di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan hasil alam yang cukup kaya, salah satunya adalah Batubara. Jika dilihat dari atas sebelum mendarat ke bandara Syamsudin Noor, kita dapat melihat ratusan tongkang bermuatan batubara yang dibawa melalui sungai menuju ke laut. Bahkan suasana di Bandara juga sangat kental nuansa pekerja tambang. Dominasi mobil d-cab 4x4 (dengan kode perusahaan) di parkiran, orang-orang berpakaian tambang (kemeja safety dan sepatu boot) baik lokal maupun expat yang hilir mudik.
Dari bandara ke lokasi berjarak kurang lebih 270km, ditempuh dengan mobil kurang lebih 3-4 jam. Karena saya tidak memiliki jemputan 4x4, maka saya harus ke lokasi dengan menggunakan taxi. Jangan bayangkan taxi disini adalah sebuah sedan seperti layaknya taxi di Jakarta. Tapi sebuah L300 dengan muatan 15 orang berikut barang-barangnya. Jangan harap anda bisa tepat waktu di pangkalan taxi ini, mereka harus menunggu sampai penuh 15 orang baru berangkat (kadang cepat, kadang lama, tergantung), jadi apabila anda punya janji dengan waktu tertentu, carterlah mobil.
Sepanjang perjalanan anda akan disuguhi sebuah pemandangan yang lumrah disini. Antrian solar hingga ratusan meter panjangnya pada setiap SPBU.
Ironis memang, sebagai provinsi penghasil energi justru malah krisis energi. Tapi ya apa yang bisa saya lakukan?
Ketika melewati kabupaten Tanah Laut, saya memandang sebuah pemandangan yang luar biasa. Sebuah padang rumput extra luas yang menghampar sampai jauh ke belakang.
Namun jika dilihat lebih dekat, ternyata bukan tanah padat dibawahnya tapi rawa-rawa. Dalam pikiran saya berkata: "tak heran daerah ini dinamakan Tanah Laut".
Beberapa puluh kilometer setelahnya kita juga dapat melihat kebun sawit yang juga sejauh mata memandang.
Sesampainya di lokasi, saya harus masuk lagi ke dalam sejauh kurang lebih 10km ke dalam. Sinyal telfon hanya telkomsel yang bisa dijangkau di sini.
Banyak pemandangan yang menurut saya menyedihkan di lokasi ini, salah satunya adalah bekas galian tambang yang sudah ditinggalkan yang sudah menjadi "danau".
Seorang site manajer dari klien saya bilang, "Kaya ya Indonesia? Kita cukup gali beberapa meter diatas permukaan tanah aja udah langsung keluar batubara. Coba bandingkan dengan China atau Meksiko, mereka harus gali puluhan meter ke dalam tanah untuk nyari batubara"
Setelah dipikir-pikir memang benar juga apa yang dibilang.
Jangan bayangkan jalanan masuk ke lokasi tambang itu seperti medan offroad yang becek, sempit dan penuh perjuangan. Lokasi tambang yang saya kunjungi ini memiliki jalan yang ekstra lebar dan tidak becek, walaupun hanya terbuat dari kerikil yang dipadatkan, tapi sanggup membuat nyaman mobil 4x4 berjalan mulus di kecepatan 80km/jam.
Sesuai Perda Nomor 3 tahun 2008 (saya tidak tahu kalau sudah ada yang terbaru atau belum), tentang pengaturan penggunaan jalan umum dan jalan khusus untuk angkutan hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan, bahwa: "Setiap angkutan hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan dilarang melewati jalan umum."
Nah, oleh karena itu setiap perusahaan tambang (atau komplek wilayah pertambangan), harus memiliki jalan khusus untuk dilalui kendaraan tambang. Wajar saja, karena apabila dijadikan satu dengan jalan umum, selain mengganggu lalu lintas dan keselamatan umum, juga dapat merusak kondisi jalanan itu sendiri, karena kendaraan tambang ukurannya ekstra besar. Jika anda memandang Dump Truck (truk tanah) itu cukup besar, maka kendaraan yang lewat di wilayah pertambangan akan lebih besar lagi,
Truk di atas adalah kendaraan yang masih golongan "kecil", karena masih lebih banyak lagi di dalam lokasi galian. Sayang karena akses terbatas, saya tidak bisa mendokumentasikannya dengan kamera saya.
Truk-truk tersebut bertugas membawa hasil-hasil tambang dari lokasi galian menuju Stockpile (lokasi penumpukan hasil galian) yang biasanya dekat-dekat dengan pelabuhan, untuk sebelumnya dimasukkan ke dalam kapal.
Satu hal yang ada di pikiran saya, apabila setiap lokasi tambang mempunyai jalur khusus menuju ke masing-masing stockpile, ada berapa banyak hutan yang akan dipangkas untuk pembuatan jalan (dan apabila habis akan ditinggal).....