Tuesday 27 December 2022

MURAHNYA BIAYA PERAWATAN SUZUKI

Faktor utama saya memilih merk Suzuki adalah: MURAH

Mobil Jepang (walaupun dengan aroma India), yang biaya perawatannya masih lebih murah dari Toyota ataupun Daihatsu.

Saya pernah punya Honda BRV, selama masa free servis, yang gratis hanya Jasanya saja. Untuk Oli hanya gratis di kupon pertama, selebihnya Oli dan parts lain harus beli sendiri.

Untuk Suzuki XL7 ini gratis biaya jasa dan parts sampai 50.000 km atau 3 tahun



Review Jangka Panjang Suzuki XL7

Setelah berjalan 1 tahun 9 bulan memiliki mobil Suzuki XL7 Beta AT 2020 atau sekitar kurang lebih 38.000 km, akhirnya saya berkesempatan untuk membuat review jangka panjang mobil ini.

Boleh dibilang mobil XL7 ini adalah sebuah plus minus dari mobil Ertiga generas awal yang dulu saya miliki pada tahun 2014-2016. Plus yang saya rasakan dari mobil ini:

  1. Kabin menjadi jauh lebih lega, terutama di area bagasi belakang. Jika pada Suzuki Ertiga dulu saya tidak bisa membawa galon air mineral tanpa melipat jok baris ketiga. Pada XL7 ini, bisa membawa 4 sekaligus galon tanpa harus melipat bangku baris ketiga. Kabin bertambah lega artinya saya bisa membawa lebih banyak barang tanpa harus mengorbankan posisi duduk penumpang.
  2. Terdapat roof rail.
  3. AC Digital muni, bukan hanya tampilan digital. Artinya switch ac ini benar-benar digital, bisa menampilkan berapa derajat suhu yang diinginkan, lengkap dengan fitur auto. Walaupun fitur autonya hanya auto fan speed ya. Jika dibandingkan dengan Ertiga lama saya yang masih model kenop kompor gas jelas fitur ini lebih unggul, bahkan lebih unggul jika dibandingkan dengan mobil lain sekelasnya, yang masih menggunakan "tampilan" digital, maksudnya hanya tampilan saja digital, padahal sebenarnya masih switch analog, karena hanya menampilkan chart termostat dan fan tanpa bisa menampilkan berapa suhu yang dinginkan.
  4. Speedometer dan MID lebih menarik.
  5. Audio standar lebih banyak fitur, walaupun dari segi kualitas dan power masih kalah dibandingkan Ertiga lama.
  6. Mesin lebih besar 100cc, lebih kencang dan bertenaga, tapi lebih irit. Tarikan dan top speed yang saya dapatkan di XL7 ini lebih jauh dibandingkan Ertiga lama saya dulu. Tapi herannya konsumsi BBMnya bisa lebih irit. Jika dulu perjalanan mudik Ertiga lama bisa di angka 1:16-17an, sekarang di XL7 bisa di angka 1:18-1:20an
  7. Electronic Traction Control dan Hill Hold Assist
  8. Suspensi lebih stabil, tapi memang rasanya jadi lebih kaku dibandingkan Ertiga lama yang cenderung lembut
  9. Tidak ada lagi bau Catalist Converter yang gosong masuk ke kabin pada kecepatan 100 ke atas
  10. Defogger belakang, simple tapi diperlukan.
Tapi sayangnya, minus yang saya rasakan juga ada banyak. Membuat saya bertanya-tanya, kenapa yang unggul dari Ertiga lama dulu tidak dilanjutkan di mobil XL7 (atau All New Ertiga) ini. Adapun minus yang saya rasakan antara lain:
  1. Jok tebal sudah tidak ada lagi.
  2. Penurunan build quality yang signifikan, mulai dari exterior dengan plat body dan kualitas cat yang buruk. Pemakaian plastik dashboard dan doortrim yang ringkih sehingga sudah mulai timbul rattle.
  3. Kesenyapan kabin yang baik pada Ertiga lama sudah hilang pada mobil XL7 ini. Walaupun tidak separah BRV lama saya dulu. Tapi suara gemuruh ban sangat jelas mengganggu masuk ke kabin.
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat dalam sebuah video review saya berikut:




#suzukiXL7
#review
#suzukiindonesia


Monday 4 July 2022

Traveling Singkat Sukoharjo-Dieng Juli 2022

Ketika baru bangun hari jumat lalu, istri ngajak ke Sukoharjo, nengok keponakan yang baru lahiran. Saya langsung iyakan saja, mumpung anak-anak masih liburan sekolah dan kerjaan masih bisa ditinggal sebentar. Setelah selesai nengok kerjaan sebentar, lalu tidur siang, kami keluar rumah sekitar pukul 15.00. Hmmm keluar Ibukota jumat sore? Kebayang macet di tolnya gimana, batin saya... Tidak lupa isi pertalite sebelum masuk tol BSD. Saya isi 200ribu. Lalu menelpon keponakan yang mau ikut nebeng, untuk bersiap-siap. Si keponakan posisinya menunggu di dekat gerbang tol Karawang Timur.


Apa yang saya prediksi ternyata benar, macet total dari simpang tol veteran hingga simpang tol Kampung Rambutan-Jagorawi (imbas macet menuju tol arah bogor). Dari masuk tol BSD sampai keluar tol Karawang Timur memakan waktu 4 jam lebih!
Setelah keponakan masuk mobil, langsung saya masuk tol lagi melanjutkan perjalanan menuju Sukoharjo. Sepanjang tol dilalui dengan santai, maksimum 100kpj. Kondisi jalan tol cukup lengang, sempat ada satu titik macet karena ada evakuasi kecelakaan fortuner terbalik di median tol Cipali.


Pertalite yang diisi 200ribu pada saat berangkat, saya isi lagi di rest area Batang. Pada saat isi awal, saya isi dalam kondisi lampu peringatan bensin habis menyala. Dipakai dalam kondisi macet sepanjang tol JORR hingga jalan santai sampai tol Batang, MID menunjukkan angka 1:17,5.
Dari awal mobil masih baru selalu pakai pertamax saya pernah hitung pakai metode empty to empty (dari warning light nyala diisi, dipakai jalan sampai ketemu warning light nyala lagi), hasil antara MID dan pengukuran manual terpaut tipis, cuma nol koma sekian selisinya. Semenjak pertamax naik tinggi terpaksa pindah ke pertalite dan memang selama pakai pertalite saya ga pernah nyoba ukur FC secara manual. Di kesempatan ini, saya nyoba ukur manual, ternyata cuma dapat angka 1:16 (koma kecil) selisih 1,5 km/l lebih!
Akhirnya saya ambil kesimpulan, pakai pertalite, selain terasa penurunan tenaga, terasa borosnya, juga bikin perhitungan MID tidak akurat. Hal yang tidak saya temukan selama saya pakai pertamax!!


Kegiatan kami di Sukoharjo cuma sebentar, harus kembali pulang karena pekerjaan sudah menunggu. Tapi kalau hanya sekedar langsung pulang kok ga seru. Mau coba iseng mampir Dieng lewatin tol Kayangan. Sepanjang perjalanan dari Sukoharjo ke Dieng, via Magelang-Wonosobo tidak ditemui kendala berarti. Rute-rute tanjakan dan kelokan sepanjang Magelang Wonosobo gampang dilalui di posisi O/D off dan AC menyala.
Ketika sudah sampai Dieng dan menuju tol Kayangan baru harus rajin mainin tuas ke posisi 2 bahkan L. Sebenernya di posisi 2 juga kuat, tapi sering mindah ke gear 2 tidak pada waktunya, padahal masih butuh rpm buat napas eh malah dipindah sama gearboxnya. Mungkin ini yang menyebabkan banyak kasus mobil matic gagal nanjak, bukan salah mobilnya tapi dominan salah usernya.







Di atas tol Kayangan saya berhenti di sebuah cafe rooftop, menikmati segelas kopi tubruk lokal dan singkong goreng. Mengamati mobil mobil yang melintas di jalur ini. Banyak Avanza-Xenia old berhasil nanjak dengan mulus, walaupun mesinnya gerung-gerung. Lalu terlihat juga BRV lama melintas dengan mulus, meskipun mesinnya juga meraung raung. Beberapa SUV masa kini dengan turbo diesel merem lah. Tapi ada satu yang menjadi perhatian, yaitu ertiga lama (K14B) yang gagal nanjak. Saya perhatikan dari rooftop sampai dilakukan lebih dari 3x percobaan, sampai akhirnya berhasil karena ambil ancang-ancang yang cukup jauh. Terlihat ertiga tersebut selalu tutup kaca, asumsi saya dia selalu pakai AC. Mungkin ada baiknya kita juga harus mawas diri, bahwa mobil kelas ini torsinya kecil, pemakaian AC dan juga gagal mainkan momentum membuat tanjakan yang simpel jadi gagal dilewati. Lagipula, di tengah suhu 15°C, ngapain juga pake AC? Hehehe..




Saya tidak melanjutkan tol Kayangan turun ke arah Bawang, Kab. Batang, tapi balik turun lagi ke Dieng, lewat jalan alternatif jalan Bandar-Batur. Sebuah rute alternatif menuju Batang-Pekalongan, melalui jalur hutan heterogen dan juga jalan rusak. Jalanan rusak menurun sepanjang rute tentu tidak sehat buat mobil. Meskipun posisi tuas selalu di L, tapi kaki selalu menahan rem untuk mengendalikan laju. Sampai akhirnya tercium bau gosong ketika lewat di perkebunan teh. Baiklah, ini kode bahwa mobil minta berehenti. Istirahat sejenak di kebun teh sambil ngademin rem ga ada salahnya. Panas dari rem sampai menjalar ke velg. Bahkan saya ga berani nyentuh velg, daripada tangan saya melepuh. Mirip-mirip silinder head hawa panas dari velg. Biarkan rem dingin sendiri terkena udara, jangan sekali kali disiram air.



Baru istirahat sebentar, eh si anak bungsu kebelet untuk segera ke WC. Beruntung masih ada sinyal 4G walaupun di tengah perkebunan teh, kami menemukan sebuah coffee shop kekinian dengan tema industrial. Saking herannya, saya sampe nanya ke baristanya, "mbak, emangnya rame bikin tempat wah jauh darimana-mana?" Dan jawabannya ternyata cukup mengejutkan, jalur ini walaupun hutan dan jalannya rusak, ternyata banyak dilalui traveler yang mau di Dieng atau sebaliknya. Terbukti selama saya numpang istirahat dan makan disana, banyak tamu yang datang dan pergi.



Bagaimana impresi XL7 dibawa nanjak pakai pertalite?
Meskipun tidak sampai ngoyo nanjaknya, akhirnya saya menemukan gejala ngelitik. Gejala yang baru timbul ketika terasa mulai kehilangan momentum. Makanya itu saya sering di posisi tuas 2, bahkan di L ketika ketemu tanjakan berkelok yang curam.
Demikian cerita saya, sampai ketemu di cerita traveling saya berikutnya.


Unboxing dan Impresi Singkat Suzuki XL7 2021 Type Beta AT

Saking lamanya tidak update Blog, saya sampai melewatkan 3 kali kesempatan menulis review mengenai mobil yang pernah saya miliki sebelumnya.

Baiklah, saya mulai dari yang paling update yang saya miliki saat ini, yaitu Suzuki XL7 2021, Type Beta AT. 


UNBOXING

Mobil datang pada sekitar bulan Februari 2021 lalu, langsung proses unboxing dan impresi singkat saya mulai sektor eksteriornya.


XL 7 ini ibarat All New Ertiga dikasih otot plastik. Tapi walaupun begitu banyak perbedaan diantara keduanya, bukan cuma tempelan plastik, antara lain;

- Lampu utama full LED

- DRL Led otomatis (yang akan mati jika kita nyalakan lampu utama)

- Spoiler bumper bawah sporty dengan aksen ala SUV kekinian

- Roda lebih besar dikit (Ring 16 vs Ring 15)

- List fender, biar ala-ala SUV gitu. Walaupun terlihat sepele, tapi sebenarnya ini penolong jika ada serempetan kecil, tidak langsung kontak ke body melainkan ke fender plastik ini.

- Roof rail. Ini fitur yang sangat bermanfaat, kalau lagi mudik full team, barang-barang bawaan bisa ditaruh di rak atas, jadi tidak mengganggu ruang kabin.

- MID lebih banyak fiturnya dan yang penting ada indikator suhu mesin yang sangat berguna bagi saya, mengingat saya pernah mengalami kasus overheat di mobil saya sebelum ini.

- Interior All Black, dengan jok kombinasi antara bahan kain dan kulit imitasi. Sementara itu di sisi dashboard dan door trim terdapat aksen carbon fiber imitasi. Aksen carbon imitasi ini sebenarnya sangat aneh menurut saya dipasang di kelas low mpv (atau low suv klaimnya) dengan konfigurasi 7 penumpang. Jadinya kayak modif-modifan orang yang baru nonton Fast and Furious seri pertama. Saya pribadi sebenernya lebih suka aksen kayu dan kombinasi warna beige seperti interior All New Ertiga.

Setelah selesai menyimak sisi exterior XL7, sekarang lanjut ke bagian dalam, alias interiornya. Seperti sudah sedikit saya ulas di atas, tema interior XL7 adalah All Black dengan aksen carbon fibre di dashboard dan doortrim. Agak aneh dan maksain memang mobil keluarga segmen Low kok pake carbon imitasi. Lebih sedap dipandang mata aksen kayu (walaupun imitasi) seperti di kakak kandungnya, yaitu All New Ertiga. Walaupun begitu, kesan kabin yang luas sangat terasa. Melihat sisi bagian dalam kabin, saya langsung bisa memperkirakan bahwa ketika traveling dengan seluruh anggota keluarga (4 orang) plus barang bawaan, mobil masih terasa sangat lega.

Mobil Suzuki pertama (atau Suzuki pertama yang telah dibeli pakai uang sendiri, karena Suzuki pertama saya adalah Jimny 4WD hasil pembelian orang tua) adalah Suzuki Ertiga GX 2014. Di mobil Ertiga ini melampui ekspektasi saya di kelas Low MPV. Jok tebal dan nyaman, dashboard dan dootrim yang terasa solid tidak kempes kalau ditekan, kekedapan yang baik, meskipun kabin terasa sempit dan tidak ada fitur lebih. Nah, di XL7 ini saya merasakan sebuah sensasi nilai plus dan minus sekaligus dibanding mobil Ertiga saya sebelumnya. 


Nilai plus yang saya rasakan di XL7 ini dibanding Ertiga lama saya:

- Dimensi body yang sedikit lebih besar, tentu membuat ruang kabin akan menjadi lebih lapang. Tapi sebenarnya ruang kabin yang lebih lapang tidak serta merta karena dimensi body yang besar, tapi pengurangan ukuran tebal jok juga menyumbang ke ukuran kabin menjadi lebih lapang.

-  AC dengan pengaturan suhu udara digital (bukan cuma garis strip seperti mobil BRV lama)

- MID Digital dengan banyak tampilan.

- Walaupun kapasitas mesin lebih besar, tapi XL7 ini bisa lebih irit daripada Ertiga lama saya.

- Stabil, bahkan tetap stabil sampe tembus kecepatan maksimal 170 kpj, mirip-mirip Honda BRV saya dulu stabilnya. Beda dengan Ertiga lama saya dulu yang saya berani cuma 140 kpj maksimal, karena lebih dari 120 kpj sudah terasa mengayun dan bergetar setirnya.

- Sudah tidak ada lagi aroma gosong akibat catalic converter kebakar ketika lari lebih dari 120 kpj.

- Roof rail, jelas membantu untuk memasang rak barang tambahan ketika lagi traveling dan membawa barang-barang tambahan.

- Fitur safety tambahan seperti ESP (Electronic Stability Program). ESP yang saya rasakan langsung dampaknya adalah mobil tetap ada terasa engine brake ketika turunan panjang (jalan tol Ungaran-Semarang misalnya), padahal mobil saya matic. Selain ESP ada juga Hill Hold Control, yang berfungsi sebagai penahan sementara ketika tanjakan supaya mobil tidak ngeloyor ke belakang. 

- Head unit standard yang sudah support bluetooth dan juga kamera mundur yang terintegrasi.


Ada plus, ada pula minusnya. Nah, minus yang saya rasakan di XL7 ini dibanding Ertiga lama saya adalah:

- Build quality keseluruhan yang berkurang drastis, mulai dari build quality exterior hingga interior. Untuk exterior sebut saja: kualitas cat yang kurang baik, body terasa lebih tipis gampang banget dekok, sudah mulai timbul beberapa bibit karat di dekat handle pintu padahal mobil masih baru berjalan 1,5 tahun. 

- Sisi interior masih bagusan dan mewahan Ertiga lama. Kekurangan pada sisi interior XL7 adalah bahan dashboard terasa lebih tipis dibanding Ertiga lama (walaupun ga setipis BRV), berikutnya pemakaian jok yang lebih tipis dibanding Ertiga (sumpah, jok Ertiga lama ini enak dan nyaman betul, tebal seperti jok Grand Vitara saya) pemakaian jok tipis tentu menyumbang ruang kabin menjadi lebih lega walaupun joknya ga setipis (lagi-lagi) BRV saya dulu hehehe.

- Kekedapan kabin masih jauh lebih senyap Ertiga lama. Di XL7 masih masuk suara dengungan ban.


Sebagai pembanding langsung, XL7 ini sebagai pengganti mobil Grand Vitara 2400cc. Memang enak mobil ini, serasa naik Tank cap Suzuki, tapi ya itu selain menjadi Sahabat Pertamina, biaya perawatan pakai Grand Vitara selama 2 tahun dapat Yamaha N-Max baru. Ganti XL7 langsung terasa ekonomisnya, yang sebelumnya Grand Vitara bbm 450.000 (Pertalite), kini XL7 dengan biaya bbm yang sama bahkan pakai Pertamax,  bisa tembus sampai Blitar, selisih 400km lebih jauh!!

Secara keseluruhan, impresi yang saya dapatkan dari XL7 ini sudah cukup memenuhi kebutuhan saya untuk mobil keluarga yang ekonomis tapi nyaman dipakai traveling jauh. Walaupun memang tidak sampai melampaui ekspektasi seperti Ertiga GX saya dulu, tapi cukup memenuhi rasa sudah senang. 

Demikian artikel Impresi singkat XL7 saya. Semoga dapat dijadikan referensi teman-teman semua.

Salam








Friday 1 July 2022

Lama Tak Jumpa

 Woooaaaa... Tidak terasa sudah 7 tahun sudah tidak pernah update blog ini. Dikarenakan kesibukan pekerjaan, bertambahnya anggota keluarga dan juga pindah-pindahan rumah membuat saya tidak pernah blogging lagi. 

Tapi apakah di tahun 2022 ini blogging masih relevan?

Mungkin bagi sebagian besar orang sudah tidak. Banyak blog-blog menarik yang saya baca ternyata sudah tidak pernah ada update lagi. Banyak alasan kenapa blogging sudah mulai sepi, mulai dari para blogger yang sudah mulai banyak kesibukan, anggota keluarga bertambah sehingga butuh waktu ekstra. Tapi yang paling banyak saya temui adalah banyak yang sudah beralih platform, apalagi di jaman Social Media, Stories dan Shorts seperti sekarang ini.

Tapi tidak bagi saya...

Bagi saya blogging masih relevan, karena sebenarnya saya suka menulis, dan blogging ini sebagai salah satu wadah untuk tulisan-tulisan saya. 

Dalam rentang 7 tahun lalu sebenarnya saya banyak membuat tulisan-tulisan, baik itu mengenai otomotif, sepeda, ataupun traveling. Tapi sayangnya tulisan tersebut banyak berceceran di berbagai platform Social Media. Sayang kan? Sudah panjang lebar menulis, tapi terlupakan begitu saja karena sudah tenggelam oleh postingan orang lain. 

Lain halnya dengan blogging. Apa yang saya tulis, tetap ada di sini. Mungkin orang akan lupa, tapi tidak untuk saya. Saya bisa baca lagi di kemudian hari, ataupun saya copy link tulisan saya untuk saya bagikan ke pihak lain yang ingin membaca.

Jadi...

Mari kembali blogging.


Salam